Kamis, 20 Oktober 2011

Jurnal Skripsi

PENERAPAN KONSELING RASIONAL EMOTIF
UNTUK MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI
SISWA KELAS IX B SMP NEGERI 6 TUBAN


Abstrak : Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui apakah konseling rasional emotif dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban . Penelitian ini menggunakan rancangan pre-eksperimen berupa one-group pre-test dan post-test design, metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket untuk mengukur kepercayaan diri. Subyek dalam penelitian ini adalah 7 siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban yang memiliki kategori rendah pada kepercayaan diri. Teknik analisis data yang digunakan yaitu sign-test (uji tanda). Hasil perhitungan pada tabel tes binominal dengan N = 7 dan X= 0, diperoleh p= 0,008. Jika α= 5% (0,005) maka 0,008 lebih kecil dari 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini hipotesis nol (Ho) yang berbunyi “tidak ada perbedaan tingkat kepercayaan diri siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban antara sebelum dan sesudah diberikan konseling rasional emotif” ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) yang berbunyi “ada perbedaan tingkan kepercayaan diri siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban antara sebelum dan sesudah diberikan konseling rasional emotif” dapat diterima. Hal tersebut menunjukkan bahwa konseling rasional emotif dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban
Kata kunci : konseling rasional emotif, kepercayaan diri


Latar Belakang Masalah
Permasalahan dalam dunia pendidikan begitu beragam terkait kegiatan  mendidik siswa menjadi orang yang unggul dan berkompeten dalam berbagai bidang. Melalui Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di dalam maupun di luar kelas, diharapkan siswa mampu memaksimalkan kompetensi yang mereka miliki secara kreatif dan aktif. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut tentu saja tidak lepas dari timbulnya permasalahan, salah satunya dalam proses pemberian materi pelajaran. Beberapa masalah tersebut dapat berasal dari kurikulum, guru, maupun siswa itu sendiri. Ardiansyah (2007) mengatakan bahwa masalah yang berasal dari siswa dan berpengaruh pada pencapaian prestasi akademik maupun non-akademiknya dapat meliputi kurangnya motivasi belajar, tidak mampu bergaul secara baik dengan teman- temannya di sekolah, kurang tahu bagaimana cara belajar yang baik, atau juga karena tidak percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya.
Dari angket Who am I yang telah diberikan pada ke-35 siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban, ada 15 siswa yang menunjukkan adanya gejala tidak percaya diri. Ketidakpercayaan diri tersebut dapat diketahui berdasarkan jawaban yang diberikan oleh siswa yakni mereka segan bermain bersama teman- teman, sukar mendapatkan teman dan bergaul, sukar mengemukakan pendapat, mudah marah, dan tidak punya banyak teman. Jawaban- jawaban tersebut termasuk ciri- ciri pada orang yang tidak percaya diri berdasarkan pendapat Hakim (2002).
Data di atas didukung dengan hasil wawancara pada konselor sekolah yang mendampingi kelas IX B. Wawancara yang dilakukan pada bulan Agustus 2009, konselor sekolah menyatakan bahwa semua kelas mempunyai siswa yang tidak percaya diri hampir 50% dari jumlah siswa di masing- masing kelas. Hal tersebut ditunjukkan oleh siswa yang tidak pernah berani menyampaikan pendapat di kelas, susah bergaul dengan teman- temannya terlebih teman baru, dan punya sedikit teman. Selain itu, penyebab dari ketidakpercayaan diri siswa tersebut telah diketahui konselor sekolah, yakni dikarenakan takut salah saat berbicara, takut ditertawakan oleh teman- temannya ketika tampil di depan umum, merasa canggung dengan keadaan fisiknya, dan merasa berbeda dari teman- temannya yang lain. Perasaan– perasaan itu muncul akibat pikiran negatif dan kurang rasional.
Kurangnya rasa percaya diri tersebut membuat siswa tidak berani mengembangkan kemampuannya secara optimal di dalam maupun di luar kelas. Kita ketahui bahwa ada 2 penilaian pada siswa yakni penilaian objektif dan subjektif. Penilaian subjektif salah satunya dari nilai ujian/ tes dan subjektif salah satunya berdasar pada keaktifan siswa di kelas ketika KBM berlangsung. Keaktifan di dalam kelas itu pun akan dapat mengembangkan pola pikir siswa untuk selalu mengeksplorasi kemampuannya lebih jauh. Hal lainnya yang terjadi adalah ketika siswa merasa canggung dengan dirinya sendiri, maka mereka tidak akan mendapatkan banyak teman untuk diajak bergaul maupun berbagi pengetahuan dan pengalamannya. Ini terlihat jelas bahwa kurangnya percaya diri pada siswa akan menghambat pencapaian prestasi belajar dan pergaulan di sekolah.
Terkait dengan permasalahan kurangnya rasa percaya diri yang dialami sebagian siswa SMP Negeri 6 Tuban, Buhler (dalam Hurlock 2000) mengungkapkan bahwa masa remaja pada usia SMP merupakan masa yang negatif, yakni cenderung tidak memiliki sikap yang sudah dimiliki sebelumnya. Siswa yang dulunya pada usia SD memiliki percaya diri yang tinggi, dapat bersikap sebaliknya ketika usia SMP. Mereka bisa saja menciptakan sikap yang baru yang kurang baik dari sebelumnya. Hurlock (2000) menambahkan bahwa masalah yang sering timbul pada anak usia SMP ini termasuk di dalamnya adalah hilangnya kepercayaan diri yang diakibatkan oleh perubahan fisik dan tekanan dari berbagai pihak. Banyak dari mereka yang akhirnya merasa tidak percaya diri.
Kepercayaan diri sendiri diartikan oleh Hakim (2002) merupakan keyakinan dan sikap seseorang terhadap kemampuan pada dirinya sendiri dengan menerima secara apa adanya baik positif maupun negatif yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan untuk kebahagiaan dirinya. Percaya diri merupakan modal dasar seorang manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan sendiri. Seseorang mempunyai kebutuhan untuk kebebasan berpikir dan berperasaan. Sehingga seseorang yang mempunyai kebebasan berpikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia dengan rasa percaya diri.
Permasalahan kepercayaan diri rendah yang muncul di SMP Negeri 6 Tuban adalah karena faktor dari pikiran irasional siswa terhadap dirinya. Oleh karena itu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa menjadi lebih percaya diri adalah dengan mengatasi pikiran irasional mereka. Banyak sekali pendekatan dalam konseling yang dapat digunakan untuk membantu klien dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan kognitif irasioanl mereka, salah satunya adalah pendekatan kognitif. Menurut Baraja (2008) pendekatan kognitif memberikan keyakinan apa yang ada dalam pikiran mereka akan berdampak pada perasaan dan tindakannya. Jika yang dipikirkan adalah yang irasional (tidak masuk akal), maka perasaan dan tindakannya juga tidak akan rasional. Dengan mengatasi kognitif mereka, konseli diyakinkan dapat merubah perasaan dan tindakannya tentang sesuatu yang mereka pikirkan yang semula irasional menjadi lebih rasional.
Salah satu pendekatan dalam kognitif adalah Rasional Emotif yang dikembangkan oleh Albert Ellis. Baraja (2008) mengatakan pendekatan Rasional Emotif dapat dilakukan oleh konselor dengan cara mengubah cara berpikir, cara berperasaan, dan cara berperilaku mereka serta memanfaatkan akal sehat untuk mengatasi masalah.
Menurut Ellis (dalam Corey, 2003: 246) “teknik yang paling cepat, paling mendasar, paling rapi, dan memiliki efek paling lama untuk membantu orang- orang dalam mengubah repon- respon emosional yang disfungsional barangkali adalah mendorong mereka agar mampu melihat dengan jelas apa yang dikatakan oleh mereka kepada diri mereka sendiri”. Ellis (dalam Willis 2004) mengatakan bahwa Rasional Emotif dilakukan dengan cara konselor menunjukkan bahwa masalah ataupun gangguan yang dihadapinya adalah berasal dari pikiran irasionalnya, maka konseli akan dibantu untuk membedakan pikiran irasional dengan rasionalnya. Setelah konseli dapat memahami bahwa masalahnya bersumber dari pikiran irrasionalnya, maka konseli berusaha mengubah keyakinan tersebut menjadi rasional. Selanjutnya konselor berusaha membantu konseli menghindari pikiran irasionalnya dengan menjelaskan mekanisme pikiran tersebut menjadi masalah dalam hidupnya. Kemudian membantu konseli untuk mengembangkan filosofi hidupnya yang rasional dan membuang yang irrasional.
Konseling rasional emotif dapat diterapkan pada siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban yang kepercayaan diri rendah didukung oleh pendapat Lie (2003) yang mengungkapkan bahwa remaja berusia 13- 15 tahun (masa SMP) mempunyai minat untuk memecahkan masalahnya dan menyukai permasalahan yang menantangnya berpikir. Ini menunjukkan bahwa remaja usia ini yaitu siswa kelas IX B dapat dilakukan konseling Rasional Emotif untuk membantu mereka mengatasi masalah.
Permasalahan yang ada di SMP Negeri 6 Tuban tersebut menimbulkan ketertarikan untuk diteliti dengan memberikan layanan konseling individu Rasional Emotif agar kepercayaan diri siswa meningkat. Konseling Rasional Emotif digunakan dengan alasan bahwa penyebab ketidakpercayaan diri yang dialami siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban tersebut adalah karena pikiran negatif dan tidak rasional siswa. Berdasarkan uraian di atas diperlukan pengujian Penerapan Konseling Rasional Emotif untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban.
Ciri- Ciri Percaya Diri
Ciri- ciri percaya diri menurut  Hakim (2002) yakni individu yang mempunyai sikap percaya diri yaitu yang dapat bersikap tenang dalam mengerjakan segala sesuatu, mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai, mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi, mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi, memiliki kondisi fisik yang cukup menunjang penampilannya, memiliki kecerdasan yang cukup, memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik, dan selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah.
Langkah- Langkah Dalam Konseling Rasional Emotif
Langkah- langkah konseling rasional emotif dari Ellis (dalam Willis) yang telah dimodifikasi, yaitu Konselor menunjukkan bahwa masalah ataupun gangguan yang dihadapinya adalah berasal dari pikiran irasionalnya, maka konseli akan dibantu untuk membedakan pikiran irasional dengan rasionalnya.  Setelah konseli dapat memahami bahwa masalahnya bersumber dari pikiran irrasionalnya, maka konseli berusaha mengubah keyakinan tersebut menjadi rasional. Konselor berusaha membantu konseli menghindari pikiran irasionalnya dengan menjelaskan mekanisme pikiran tersebut menjadi masalah dalam hidupnya. Konselor membantu konseli untuk mengembangkan filosofi hidupnya yang rasional dan membuang yang irrasional.
Metode Penelitian
             Maka rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian pre eksperimen dengan menggunakan Pre-test & Post-test One Group Design, yaitu eksperimen yang dilakukan pada satu kelompok saja tanpa adanya kelompok pembanding. Kelompok eksperimen akan diberikan tes awal (pre-test) dengan menggunakan angket, kemudian diberikan perlakuan selama jangka waktu tertentu dengan menggunakan Pendekatan Rasional Emotif dalam konseling individu. Setelah itu diberikan test akhir (post-test).                                                                                                                                                                                                                                                                            
Berdasarkan tujuan penelitian, yakni “ingin menguji ada tidaknya perbedaan skor kepercayaan diri antara sebelum dan sesudah diberikan konseling Rasional Emotif siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban”. Maka prosedur pelaksanaan penelitian dengan rancangan ini adalah Memilih satu kelompok yang akan digunakan sebagai subyek penelitian yaitu siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban. Memberikan tes awal (pre-test) kepada siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban. Tes awal ini dilakukan untuk mengetahui siswa yang teridentifikasi kurangnya percaya diri. Memberikan perlakuan kepada siswa yang teridentifikasi mengalami kepercayaan diri yang rendah dengan menerapkan konseling Rasional Emotif dalam konseling individu yang dikembangkan oleh Ellis (dalam Willis, 2004) yang telah dimodifikasi. Penelitian ini dilakukan pada 7 siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban yang percaya dirinya berada pada kategori rendah, yakni skor percaya diri di bawah 132. Perlakuan dilakukan di ruang BK dan musholla SMP Negeri 6 Tuban dengan 5 kali pertemuan pada masing- masing subyek penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Dalam penelitian di SMP Negeri 6 Tuban, telah dikemukakan 7 siswa kelas IX B yang mengalami kepercayaan diri yang rendah. Ketujuh siswa tersebut selanjutnya diberikan perlakuan konseling rasional emotif.
Hasil uji tanda diketahui p = 0,008 harga yang lebih kecil dari α = 0,05 yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima, ini diartikan bahwa ada  perbedaan tingkat kepercayaan diri siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban antara sebelum dan sesudah diberikan konseling rasional emotif. Perbedaan tersebut menunjukkan perbedaan yang positif, yaitu meningkatnya tingkat kepercayaan diri siswa setelah mendapatkan perlakuan konseling  rasional emotif.
Pada saat pelaksanaan pemberian perlakuan konseling rasional emotif, para siswa dapat melaksanakan tahapan- tahapannya sesuai dengan yang sudah ditentukan, hal ini dapat dilihat dari hasil tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) dengan menggunakan angket percaya diri. Konseli EKN mengalami peningkatan skor dari 128 menjadi 155, HTA mengalami peningkatan skor percaya diri dari 114 menjadi 140, LSS mengalami peningkatan skor dari 126 menjadi 142, MH mengalami peningkatan skor dari 128 menjadi 144, R mengalami peningkatan skor dari 130 menjadi 150, RA mengalami peningkatan skor dari 130 menjadi 159, demikan juga dengan konseli WFN yang mengalami peningkatan skor percaya diri dari 128 menjadi 153. Ketujuh konseli tersebut mengalami peningkatan dari percaya diri yang rendah menjadi percaya diri yang sedang dan tinggi.
Ada perbedaan antara konseli satu dengan yang lain. Hal ini dikarenakan minat untuk kluar dari masalah pada masing- masing konseli juga berbeda. Misalnya saja pada RA yang memiliki minat lebih dibandingkan dengan konseli lainnya dengan ditunjukkan kehadiran konseli yang selalu lebih awal dari perjanjian dan pelaksanaan tugas konseling yang tepat waktu. RA menjadi siswa yang mempunyai skor kepercayaan diri yang tinggi, padahal sebelumnya berada pada kategori rendah. Perbedaan tingkat kemajuan ini memang sesuai dengan pendapat Ellis (dalam corey, 2003) bahwa keinginan dan bukan keharusan akan memperlancar seseorang keluar dari pikiran irasionalnya dan hidup lebih rasional.
Sikap selama proses konseling maupun setelah konseling dilakukan pada masing- masing konseli juga menunjukkan adanya keinginan untuk berpikir lebih rasional. Mereka sudah tidak menuntut perubahan fisiknya, yang menjadi sumber masalah mereka, akan tetapi mereka berusaha menerima fisiknya dengan berpikir untuk tidak harus cantik ataupun ganteng. Pada pertemuan ketiga, mereka sudah dapat mengubah pola pikir irasional mereka dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya perkataan dan komitmen mereka untuk menjadi anak yang dapat menerima semua keadaan positif dan negatif mereka, dapat menciptakan dan menanamkan pada diri mereka sendiri bahwa cantik atau ganteng bukanlah hal utama yang membuatnya mempunyai banyak teman. Mereka ingin punya banyak teman dan bukan harus punya banyak teman, maka jika mereka berhasil, mereka akan puas dengan hasil usaha mereka. Namun jika tidak mendapatkan banyak teman, itu bukan akhir dari hidup mereka. Karena tidak ada yang mengharuskan termasuk konselor.
Selama pelaksanaan konseling rasional emotif tidak terdapat kendala yang dirasakan baik pengubahan keyakinan konseli maupun menciptakan pikiran baru yang lebih rasional, tempat, suasana, maupun pengaturan waktu. Hal tersebut dikarenakan konseli benar- benar berniat dan berkomitmen untuk merubah kepercayaan diri mereka yang rendah dan penyusunan jadwal yang telah disepakati konselor, guru- guru bidang studi, maupun konseli sendiri.
Penelitian ini dilakukan dengan tidak menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding dari kelompok subyek yang diberikan perlakuan untuk memperkuat hasil dari penelitian, yakni adanya peningkatan kepercayaan diri siswa setelah diberikan konseling rasional emotif. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya terkait konseling rasional emotif diharapkan menggunakan kelompok pembanding untuk memperkuat hasil penelitian yang dilakukan.
Penutup
a.    Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.    Terdapat peningkatan kepercayaan diri pada siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban setelah diberikan perlakuan konseling rasional emotif dengan 5 kali pertemuan.
2.    Peningkatan percaya diri yang terjadi sudah meyakinkan dengan selisih skor antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan rata- rata sebesar 23.
3.    Perubahan perilaku percaya diri bukan hanya dibuktikan dengan perolehan skor post-test tetapi juga perubahan perilaku selama proses konseling.
b.   Saran
Sehubungan dengan berakhirnya penelitian yang dilakukan, maka diajukan beberapa saran terkait dengan hasil penelitian dan akan berguna bagi konselor, siswa, dan peneliti lain.
1.    Bagi konselor
Telah terbukti konseling rasional emotif dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas IX B SMP Negeri 6 Tuban, maka pihak sekolah dan konselor sekolah diharapkan dapat menerapkan konseling rasional emotif agar dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri siswa.
2.    Bagi siswa
Setelah pelaksanaan konseling rasional emotif ini diharapkan siswa kepercayaan dirinya rendah atau kurang, terus berusaha dan melatih diri menerapkan konseling rasional emotif sehingga dapat mencapai hasil yang lebih optimal. Mengubah pikiran dan keyakinan irasional yang menjadi penyebab kurangnya percaya diri siswa menjadi lebih rasional, selanjutnya mengembangkan keyakinan dan pikiran barunya, dapat siswa lakukan untuk meningkatkan kepercayaan dirinya.
3.    Bagi peneliti lain
Diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti lain khususnya mengenai konseling rasional emotif untuk meningkatkan kepercayaan diri, menambah teori- teori baru yang dapat memperbarui hasil penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Dani. 2007. Mengatasi Masalah Di Sekolah. (online). (http://www.edumuslim.org/index, diakses tanggal 13 Maret 2010).

Arif, Mudzakkir M. 2008. Percaya Diri. (online), (http://myshandy.multiply.com/journal/item/6, diakses tanggal 30 Oktober 2009).

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.. Jakarta : Rineke Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Baraja, Abubakar. 2008. Psikologi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta: Studia Press.

Cahyani, Dian Eka. 2006. Konseling Rasional Emotif Untuk Membantu Siswa Mengatasi Kecemasan Dalam Bergaul di Sekolah Pada Siswa Kelas I Mm SMK Negeri Lamongan. Skripsi Tidak diterbitkan. Surabaya: PPB FIP UNESA.

Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.

Darminto, Eko.2007. Teori- teori Konseling. Surabaya: Unesa University Press.

Dobson, James C. 2005. 12 Strategi Membangun Harga Diri Anak. Yogyakarta: Cinta Pena.

Ellis, Albert. 2007. Terapi REB Agar Hidup Bebas Derita. Bandung: Citadel Press

Gunarini, Febriana. 2008. Penggunaan Strategi Modelling Partisipan Untuk Membantu Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa Kelas VII C SMPN 4 Surabaya. Skripsi Tidak diterbitkan. Surabaya: PPB FIP UNESA.

Hakim. Thursan, 2002, Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri, Jakarta : Purwa Suara.

Hauck, Paul. 1995. Mendidik Anak dengan Berhasil. Jakarta: Arcan.

Hurlock, B. Elizabeth. 2000. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Kartono, Kartini dan Dali Gulo. 2000.  Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya.

Latipun. 2006. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.

Lie, Anita. 2003. 101 Cara Menumbuhkan Percaya Diri Anak. Jakarta: Gramedia.

Mappiare A.T, Andi. 2006. Kamus Istilah Konseling & Psikoterapi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Moelong, Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nelson, Richard dan Jones. 1982. The Theory and Practice of Counseling Psychology. Avon: The Bath Press.

Parrot, Les. 2003. Counseling and Psychotherapy. USA : Thomson.

Rofi’ah, Risatur. 2009. Penggunaan Konseling Rasional Emotif Untuk Membantu Menurunkan Kecemasan Siswa Dalam Mengikuti Pelajaran Bahasa Inggris di SMA Negeri 3 Lamongan.Skripsi  Tidak diterbitkan. Surabaya: PPB FIP UNESA.
Santrock, John W. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja). Jakarta: Erlangga.

Sari, Dewi Kumala. 2008. Menurunkan Kecemasan Berbicara di Muka Umum Dengan Menggunakan Konseling Kelompok Rasional Emotif (RE) Pada Siswa Kelas X- 4 Dan X- 5 SMA NU Gresik. Skripsi Tidak diterbitkan. Surabaya: PPB FIP UNESA.

Sasmita, Dewi Kurnia. 2009. Penggunaan Strategi Cognitive Resrtucturing Untuk Meningkatkan Percaya Diri Pada Siswa Kelas X APK SMK PGRI 7 Surabaya. Skripsi Tidak diterbitkan. Surabaya: PPB FIP UNESA.

Siegel, Sydney. 1990. Statistik Non Parametrik: Untuk Ilmu Sosial. jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sugiyono.2008.Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Tanpa Nama. 2008. Kamus Kompetensi : Percaya Diri, (online), (http://indosdm.com/kamus-kompetensi-percaya-diri-self-confidence diakses Tanggal 31 Oktober 2009).

Umar, Husein. 1996. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.

Willis, Sofyan S. 2004. Konseling Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar